Parenting Class : “How to Raise a Leader” by Leader Lab
Orangtua mana yang tidak menginginkan anak-anaknya kelak menjadi calon pemimpin di masa mendatang. Saya pun akan tunjuk tangan jika ditanya hal demikian. Pemimpin yang berhasil bagi saya adalah dapat memberi manfaat bagi banyak orang serta memiliki karakter positif yang dapat menjadi panutan.
Kemarin saya berkesempatan hadir dalam parenting class for free dari Leader Lab. Tema yang diambil mengenai “How to raise a leader”, tentu saja materi tersebut ditujukan untuk anak kita. Menarik bukan 😉
Acara ini bagian dari parenting workshop Rabbit Hole dengan sponsor Bambee dan Living World yang berlangsung di West Atrium Living World Mall, Tangerang Selatan. Kebetulan Ry sedang ada jadwal kunjungan ke rumah andung nya di Karawaci, Alhamdulillah waktunya pas 🙂
Sekilas yang pernah saya cek di instagram @leader.lab untuk mengikuti kelas ini harga normal dikenakan biaya Rp.185,000 per orang. So, worth to join with them saya bisa meluangkan waktu sebentar untuk mendapatkan ilmu parenting seperti ini. Thank you!
Acara dibuka oleh moderator Nindia Nahardita P.Si, seorang praktisi dan penggiat pendidikan usia dini. Sekilas beliau menceritakan mengenai tantangan dalam membesarkan anak di jaman sekarang. Karenanya ilmu yang dimiliki orangtua dalam membentuk karakter anak sangatlah penting untuk mempersiapkan generasi hebat di masa mendatang.
Sesi pertama diisi oleh Wikan Putri, M.Psi, seorang psikolog pendidikan yang pada kesempatan ini membahas mengenai pentingnya karakter seorang anak.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para orangtua antara lain :
• Kenapa anak susah sekali diatur?
• Kenapa anak sulit mengikuti aturan?
• Bagaimana melatih tanggung jawab pada anak? dsb
Sejak kapan karakter anak bisa dibentuk?
Sejak lahir!
Tahap perkembangan karakter anak :
1. Infant (0-1 tahun)
Perkembangan utama :
• Mutual regulation
Adanya hubungan timbal balik (tek-tok) antara orangtua dan anak. Pada tahap ini anak masih belajar “membaca” perilaku orang lain.
Tugas orangtua :
Memperhatikan, mengartikan sinyal yang diberikan oleh anak serta memberika respon yang sesuai. Kuncinya adalah membangun hubungan orangtua dan anak yang hangat dan responsif.
“Hubungan emosional yang responsif mendukung perkembangan self control“
2. Toddler (1-2 tahun)
Perkembangan utama :
• Regulasi diri
Pada usia ini anak dalam tahap eksplorasi, mereka belum mengerti hukum sebab-akibat sehingga disarankan untuk konsisten memberikan informasi yang sifatnya sosialisasi melalui contoh sikap.
Tugas orangtua :
• Sosialisasi dan internalisasi melalui kebiasaan, keterampilan dan nilai-nilai
• Meminimalisasi kesempatan anak merespon negatif (terrible two’s)
3. Early Childhood (2-7 tahun)
Perkembangan utama :
Percaya diri dan inisiatif
Karakteristik :
Empati dan egosentris
“Play is the work of childhood” ~ Mr. Rogers
Pada tahap ini anak belajar melalui bermain secara :
• Functional
• Constructive
• Imaginative
“Anak yang sering bermain imajinatif cenderung lebih kooperatif & disukai teman sebaya” ~ Singer& Singer 1990
Disiplin
Merupakan metode untuk mengarahkan karakter dan kontrol diri.
Cara mendisiplinkan anak :
√ Reinforcement & Punishment
• Hukuman dilakukan dengan cara konsisten, segera (jangan ditunda), berkaitan dengan perilaku dan beri penjelasan.
√ Power Assertion
• Parental control
Sesekali beri tekanan pada intonasi suara kita saat anak melakukan kesalahan sehingga anak aware bahwa hal tersebut salah.
√ Inductive technique
• Beri batasan
• Tunjukan konsekuensi logis dari perilaku
√ Withdrawal of love
• Ignore, isolasi dan tunjukan ketidaksukaan
Kunci dispilin yang efektif :
Anak memahami dan menerima pesan yang disampaikan.
“Adil, Akurat, Jelas, Konsisten”
4. Middle Childhood (7-11 tahun)
Perkembangan utama :
• Self efficacy
Anak sudah memiliki karakteristik cara berpikir sebab akibat
Tugas orangtua :
• Coregulation
Saling menghargai antara orangtua dan anak.
• Disiplin dan teknik induktif (beri batasan dan tunjukan konsekuensi logis)
Sesi kedua diisi oleh Wulansari Ardianingsih, S.Psi, M.Phil, seorang ahli filosofi psikologi pendidikan yang membicarakan pentingnya softskill untuk dimiliki oleh seorang anak.
Softskill merupakan keterampilan yang dapat menunjang agar seseorang lebih sukses lagi dalam bidangnya.
Ibarat sebuah kendaraan, roda belakang merupakan hardskill yang mengatur agar berjalan lebih cepat sedangkan roda depan merupakan softskill yang berfungsi mengarahkan agar kendaraan tersebut tidak menabrak.
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan, dimana kurikulum sekolah tidak memotivasi anak untuk senang belajar melainkan anak dituntut belajar sebagai solusi untuk mengejar ke jenjang berikutnya.
• Prestasi anak-anak di Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara (Penelitian PISA)
——
• Prestasi anak-anak di Indonesia berada pada peringkat 40 dari 40 negara (Penelitian The Learning Curve, Pearson)
Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
√ Kurikulum lemah
Di Indonesia terlalu menekankan pada rumus dan menghapal pelajaran bukan untuk memecahkan masalah
√ Kualitas guru rendah
Bagaimana cara mengembangkan softskill?
• Jadi role model : “Children see, Children do”
• Beri stimulus secara konsisten
• Sesuaikan dengan usia perkembangan anak
Common mistakes :
• Terlalu menuntut anak
• Perbedaan visi pada orangtua
• Cepat menyerah
The new skills the world is looking for :
1. Leadership
Do :
• Biarkan anak berinisiatif
• Dorong anak untuk memiliki visi
Common Mistakes :
• Memanjakan
• Over protective
2. Communication
Do :
• Berani menyampaikan pendapat
• Ajak anak bercerita
Common Mistakes :
• Menghakimi pendapat anak
• Tidak responsif
3. Emotional Intelligence
Do :
• Ajarkan anak mengenali emosinya
• Dorong anak mengekspresikan emosi secara positif
Common Mistakes :
• Reaktif
• Cuek terhadap emosi anak
4. Problem Solving
Do :
• Latih kemampuan analisa anak
• Biarkan anak mencoba
Common Mistakes :
• Tidak percaya dengan kemampuan anak
5. Team working
Do :
• Dorong sosialisasi
• Main dengan anak
Common Mistakes :
• Terlalu mementingkan hasil bukan proses
• Kurang stimulus permainan yang sifatnya kolaboratif
6. Creativity
Do :
• Biarkan anak mengeksplorasi dengan lingkungannya
• Dorong anak untuk berimajinasi
Common Mistakes :
• Membatasi dan mematahkan kreativitas anak
Setelah mendapatkan materi dari masing-masing ahlinya, selanjutnya terdapat sesi tanya jawab yang diberikan kepada para peserta. Berikut beberapa rangkumannya.
1. Pada usia berapa anak diberikan aturan time out?
Early childhood atau usia pra sekolah. Metodenya dapat menggunakan reinforcement & punishment yaitu konsisten, jangan ditunda (segera), berkaitan dengam perilaku dan beri penjelasan.
2. Bagaimana mengembangkan team work? Apakah efektif jika anak dimasukan pada daycare?
Yang harus orangtua lakukan adalah cari tahu bagaimana sistem daycare tersebut berjalan, kurikulum yang diberikan pada anak serta siapa yang bertanggung jawab di dalamnya.
3. Kriteria TK yang bagus seperti apa? Bagaimana alternatif sekolah alam?
Memiliki kurikulum dan pengajar yang baik serta mengedepankan pembangunan karakter atau kepribadian anak. Sekolah alam dapat menjadi alternatif jika poin-poin tersebut memenuhi.
4. Bagaimana cara mengatasi anak tantrum?
Terdapat 2 pendekatan, yaitu :
√ Withdrawal of love
• Orangtua diam atau tanpa kata-kata
• Tidak ada eye contact dengan anak
• Tunggu di dekatnya
• Jika selesai beri penjelasan
√ Positif parenting
• Peluk sampai anak reda
• Jika selesai beri penjelasan
Alhamdulillah tidak terasa 2 jam yang bermanfaat sudah selesai. Semakin berkembangnya dunia pendidikan bagi saya pribadi kegiatan ini sangat positif untuk para orangtua jaman sekarang. Lain halnya saat orangtua kita membesarkan anak-anaknya dulu, ilmu pola asuh yang diterapkan masih menggunakan metode ‘coba-coba’.
Harapannya adalah semoga kelak anak-anak kita dapat menjadi generasi cemerlang yang bermanfaat bagi banyak orang di masa mendatang. InsyaAllah.
“We believe every child has potential to be a great leader” ~ Leader Lab
:: 25 Maret 2016 ::
One thought on “Parenting Class : “How to Raise a Leader” by Leader Lab”