Belajar Membaca Pada Anak Usia Dini
Efektifkah Anak Usia Dini Belajar Membaca dengan Metode Montessori?
jendelakeluarga.com – Beberapa waktu lalu saya sempat posting IG Story ketika Riyadh (Ry) sedang membaca buku. Efeknya ternyata banyak sekali respon masuk yang intinya menanyakan “Bagaimana cara mengajarkan Ry membaca di usia dini?”.
Well, saya akan coba berbagi cerita disini.
Banyak mama muda zaman now yang terkadang senewen sendiri ketika sadar anaknya belum dapat membaca di usia tertentu. Betul?
Ada 2 Tipe Orang Tua
(1) Orang tua yang terobsesi anaknya dapat membaca sedini mungkin kemudian mengkarbitnya dengan berbagai kursus atau belajar tambahan.
Sayangnya, pada kondisi ini salah karena bisa jadi anaknya belum siap membaca 🙁
(2) Orang tua yang telat menyadari bahwa kemampuan anaknya sudah tertinggal dari teman sebayanya. Bisa dibilang tipe ini masuk ke dalam genk mamak-mamak santuy club.
Kalau yang ini bisa salah bisa tidak masalah, tergantung periode ketertarikan (sensitive period) pada anak untuk mengenal huruf apakah sudah lewat atau belum. So be careful 🙂
Kamu tim yang mana? Hehe..
Ok, honestly saya mixing keduanya, rada santuy tapi tetap observasi. *tsaelah ????
Familiar kan dengan pepatah “Banyak jalan menuju Roma”. Nah kurang lebih istilah itu yang saya terapkan pada Ry saat menarik perhatiannya untuk belajar membaca.
Meskipun saya mengambil kuliah Montessori bukan berarti saya menerapkan semua halnya berbau montessori. Saya percaya apapun metodenya jika orang tua dapat menemukan celahnya insyaAllah lebih mudah mengajarkan pada anak.
Percayalah saat mencoba berbagai cara, Ry paling “tune in” dengan metode konvensional pengulangan dua huruf seperti uminya dulu di sekolah ????
Waktu itu simply saya hanya berpikir, daripada dipaksakeun ibarat suka jeruk dikasih apel, lebih baik disuapin apa yang disukainya.
Di usia 3 tahun Ry belum tertarik dengan huruf, dia hanya menikmati setiap kali dibacakan buku. Sedangkan disaat yang sama teman-teman seumuran Ry di lingkungan kami sudah mulai masuk pre-school, les calistung dan lembaga pendidikan lainnya agar mereka bisa membaca dan menulis. Tidak salah, tapi kembali lagi pada konsekuensi 2 tipe orang tua tadi.
Percayalah, di periode ini saya tidak pernah memaksakan Ry suka atau segera dapat membaca, saya memilih menggunakan konsep sederhana, yaitu membacakan buku sesering mungkin.
Sebagai catatan, di usia ini meskipun Ry belum tertarik membaca tapi saya sudah mengenalkannya sambung huruf dalam membentuk sebuah kata. Misal, sa-ya, me-ja, bu-ah dst. Meskipun seperti angin lewat karena belum ditanggapi tapi saya tetap melakukannya beberapa kali.
Ketika hampir memasuki usia 5 tahun barulah terlihat jelas ketertarikannya dalam huruf dan membaca tulisan. Seingat saya momen tersebut muncul begitu saja. Saya percaya ini yang dinamakan sensitive period yang diperkuat oleh absorbent mind selama proses belajarnya. Dia mendengar, menyerap dan mengeluarkannya kembali (mengucapkan apa yang telah diajarkan) di waktu yang tepat.
Sedikit cerita tentang sekolah yang pernah diikuti Ry.
Di usia 4 tahunan, saya pernah memasukkannya ke PAUD. Disini Ry hanya bertahan kurang dari 3 bulan. Alasannya karena sekolah ini sudah memberikan PR menulis dan Ry saat itu belum tertarik dengan tulis menulis.
Di usia 5 tahun kurang 3 bulan, Ry masuk TK A di sekolah yang tentu saja berbeda. Kegiatan baca tulis disini konon tidak menjadi fokus utama, tapi inilah yang saya cari. Saya punya prinsip, tujuan Ry masuk sekolah adalah untuk bermain, sosialisasi dan mengenal situasi di luar rumah. Terkait kognitif saya ikhtiarkan di rumah dengan metode montessori.
Jadi gimana Ry bisa membaca kalau bukan dari sekolah? berikut tahapan yang saya lakukan.
Poster Angka
Dari Baby, Ry sudah mulai dipaparkan dengan poster huruf yang saya tempel di dinding kamar. Dulu waktu Ry belum bisa ngomong saya sudah mulai mengenalkan huruf-huruf. Ini A, ini B dan seterusnya. Saya tidak yakin dari sini dia bisa membaca, tapi saya yakin bahwa apa yang saya ajarkan pasti akan diserapnya.
FYI, metode Montessori tidak mengenal poster yang biasa dipajang di sekolah konvensional ya. Montessori prinsipnya konkret bukan abstrak. But, I did it actually.
Large Moveable Alphabet (LMA)
Large Movable Alphabet (LMA) adalah salah satu aparatus montessori dalam area bahasa. LMA membantu anak mengenal huruf secara real atau konkret dengan bentuk sesuai asli yang dapat disentuh melalui indera perabanya. LMA juga mengajarkan pada anak terdapat perbedaan huruf vokal (warna biru) dan huruf konsonan (warna merah).
Sebenarnya jika disesuaikan dengan tahapan di montessori area bahasa, sebelum penggunaan LMA ini ada yang namanya Sand Paper Letter (SPL), tapi SPL hanya digunakan Ry sebentar karena sudah terlanjur loncat ke LMA. Jadi saya fokus hanya menggunakan aparatus LMA. Untuk penggunaannya bisa dicek di salah satu video ini ya.
Phonetic Flash Card
Area bahasa dalam montessori terkenal dengan phonetic nya. Phonetic atau fonetik adalah bunyi bahasa atau pengucapan. Hal ini menjadi salah satu concern saat mengenalkan huruf maupun mengajarkan anak membaca. Phonetic untuk bahasa indonesia saya mengajarkannya seperti pada video disini.
Green Series Montessori
Sejujurnya ini saya gunakan ketika Ry sudah bisa membaca. Dan sebenarnya dalam area bahasa montessori urutan yang benar adalah Pink Scheme, Blue Scheme dan Green Scheme.
Kebetulan saya hanya menggunakan media Green Scheme mengingat waktu itu Ry sudah bisa membaca. Jadi artinya saya skip untuk tahap Pink Scheme dan Blue Scheme. Semoga lain waktu pada artikel terpisah saya akan coba jelaskan apa saja sebenarnya properti yang digunakan di dalam montessori area bahasa.
Sampai sini dulu ya. Tetap semangat 🙂
“Dont push too hard agar anak bisa membaca, tapi berusahalah be a good observer agar kita sebagai orang tua tahu kapan waktu terbaik mengajarkannya pada anak. Just focus to their sensitive period. ” (mirantizr, 2020)