Day #1 Japan Escape : Kansai International Airport to Kyoto City Japan
Welcome to JAPAN! Alhamdulillah.. Akhirnya bisa menginjakan kaki di salah satu negara maju di dunia 😛
Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 7 jam tanpa transit, akhirnya kami mendarat di Kansai International Airport (KIX) dari Soekarno Hatta International Airport (CGK). Kami menggunakan Garuda Indonesia Airlines (GA), lebih tepatnya buah hasil perburuan GATF atau Garuda Indonesia Airlines Travel Fair pada awal tahun 2016 lalu (baca disini). Tiket yang kami dapatkan saat itu Rp. 4.014.000 PP per orang. Cukup menguntungkan bukan? 😉 Namun jangan bandingkan dengan maskapai low cost carrier (LCC) lainnya yang harus transit beberapa jam di suatu tempat serta berbagai fasilitas lainnya yang jelas GA lebih juara 😀
Semua proses check in, pemeriksaan bagasi hingga tiba pertama kali di negeri sakura Alhamdulillah semuanya berjalan lancar 🙂
Kami tiba di KIX sekitar jam 8 pagi waktu setempat dengan perbedaan waktu Jepang 2 jam lebih cepat dari Indonesia. Setelah selesai urusan imigrasi, kami langsung mencari Kansai Tourist Information Center untuk membeli Kansai Thru Pass (KTP) yang berada di lantai 1. Jika keluar dari bagian imigrasi, kamu bisa langsung belok kanan dan menemukan antrian panjang yang beroperasi sejak pukul 07.00-22.00 waktu setempat.Â
Harga KTP 1.500 JPY per orang dengan masa berlaku satu hari penuh. Kami membeli masing-masing dua kartu untuk rencana penggunaan selama 2 hari, yaitu hari ketibaan dan hari ke 8 atau last day saat kembali lagi ke KIX.
Dan petualangan kami dimulai dari sini…
Kota pertama yang dikunjungi di negeri ini adalah Kyoto, dimana tempat penginapan pertama kami berada. Segala urusan administrasi penginapan sudah beres karena kami booking saat masih di Indonesia, namanya Kotoha Umamachi Guesthouse. Selintas review yang kami baca dari agoda(dot)com cukup memuaskan. Well, kami pun berdoa semoga sesuai dengan harapan.
Dari Kansai International Airport hingga sampai ke lokasi penginapan cukup membutuhkan effort yang tidak mudah. Kami memilih transportasi yang dapat di cover oleh KTP. Sekilas mengenai Kansai Thru Pass atau KTP adalah sejenis rail pass yang dapat digunakan saat menggunakan transportasi umum seperti kereta, bus dan subway yang berada di kawasan Kansai (Osaka & Kyoto) dan hanya dapat digunakan oleh turis yang berkunjung ke Jepang (baca detail disini).
Dengan satu tiket ini kami harus berjuang berkali-kali pindah kereta untuk mencapai ke penginapan kami di daerah Higashiyama-ku, Kyoto. Yang kami ketahui kemudian stasiun terdekat dari sana adalah Kawaramachi Station. Alhamdulillah saat itu kami dipertemukan dengan salah seorang “pahlawan” asal Jepang (sebutlah Mr. Kotaro) XD yang kala itu mengantar kami dari KIX hingga ke Kawaramachi Station (kebetulan lokasi kantor beliau searah). Thanks alot Mister, jasamu tiada tara. Oh ya, saya sempat mengajaknya foto bareng mas suami, tapi beliau menolak! HAHA..
Sampai di Kawaramachi station, kami sempat ke bagian Tourist Information untuk menanyakan petunjuk transportasi berikutnya sekaligus membeli Kyoto City Bus Pass seharga 500 JPY per orang yang bebas digunakan seharian.
Well, perjuangan belum berakhir..
Dari sini kami harus melanjutkan naik bus nomer 100 atau 206 dan turun di Umamachi atau Gojozaka Station. Kami memutuskan turun di Umamachi Station karena area tersebut mendekati nama penginapannya. Setiba di Umamachi Station, berdasarkan pengamatan aplikasi Waze ternyata jarak menuju lokasi penginapan masih terlalu jauh jika harus dijangkau dengan berjalan kaki. Kami memutuskan bertanya pada orang sekitar, termasuk kepada para mahasiswa lokal.
¦¦ Dalam perjalanan menuju penginapan saja sudah berapa banyak orang yang kami jadikan objek untuk bertanya. Percayalah, traveling ke negara Jepang itu superb adventuring, apalagi jika harus berhadapan dengan penduduk lokal yang sama sekali tidak mengerti bahasa inggris atau bahkan bahasa tubuh sekalipun.. TAN-TANG-AN! ¦¦
TIPS : Bertanyalah kepada pada penduduk lokal usia muda, baik pekerja kantoran ataupun mahasiswa. Kemudian berharaplah mereka bisa mengerti bahasa inggris 🙂 Tidak disarankan bertanya pada orangtua karena kemungkinan besar mereka tidak mengerti bahasa inggris sama sekali atau bahkan menolak untuk ditanyakan.
Setelah mendapat petunjuk dari para mahasiswa ini akhirnya kami percaya untuk naik bus sekali lagi dengan tujuan Gojozaka Station atau satu bus stop dari tempat kami bertanya. Tapi setelah turun dan menyalakan kembali aplikasi Waze, ternyata jarak penginapan kami masih juga jauh jika harus dijangkau dengan berjalan kaki.
At the end of the story today, kamipun mengibarkan bendera putih alias memutuskan untuk naik taksi saja XD Mengingat badan lelah selama perjalanan, suhu di luar sekitar 10°c -yang konon pengalaman perdana untuk kami- plus bawaan yang tidak sedikit; 1 koper ukuran jumbo dan 2 koper ukuran sedang. Jadi pemandangan mas suami geret-geret koper jumbo plus backpack dan saya geret dua koper sedang plus backpack sangatlah unforgetable moment 😛
Tapi..
Cerita hari itu belum berakhir sampai disini 🙂 🙂
Kami harus dihadapkan dengan pak supir taksi yang sudah tua dan tidak mengerti sama sekali dengan bahasa Inggris. FYI, berdasarkan pengamatan kami, supir taksi di Jepang adalah mayoritas usia pensiun. Hal ini mungkin salah satu bukti bahwa warga negara Jepang seorang pekerja keras *random tought.
Karena jarak tempuh sudah diperkirakan, kamipun optimis dapat cepat sampai karena memantaunya via Waze. Dilalanya, si bapak ini bersikeras mengunakan jalan yang ada pada GPSnya, padahal sudah kami tunjukan jalur terdekat versi kami yang ada pada Waze. Intinya berasa diajak berputar-putar! *HELP! Argo mana Argo.
Dan ternyata benar saja, jika si bapak mengikuti arahan dari kami, jalur lokasi yang kami tuju sangatlah tidak serumit yang ditunjukkan oleh GPS beliau. Pertanyaannya adalah “Bagaimana cara menyampaikannya?” sedangkan kami komunikasikan menggunakan bahasa tubuh sekalipun tidak dihiraukannya! XD
Oh ya, tarif dasar taksi atau sekali naik saat itu JPY 580 dan total yang kami keluarkan sebesar JPY 1.300. Well, pengalaman pertama yang mengesankan 🙂
Dan akhirnya kami pun sampai juga di Kotoha Umamachi Guesthouse pukul 6 sore dengan perjuangan cukup panjang. Alhamdu.. lillah 😀
Malam itu kami tidak pergi kemana-mana, kecuali membeli makan malam yang ada di sekitar penginapan. Selain mas suami masih lemas karena kondisi badan saat berangkat kurang fit dan juga kami sudah sepakat bahwa couple trip kali ini judulnya “traveling tanpa ngoyo” 😀 Berapapun destinasi wisata yang berhasil dikunjungi, InsyaAllah happy 🙂
Tunggu ulasan mengenai penginapan satu ini ya. Ternyata fasilitas di Kotoha Umamachi Guesthouse totally beyond expectation 😉
:: 27 Januari 2017 ::
waaaa serunya mbaaaaaa
menantikan lanjutan ceritanya
oleh-oleh ya hahahha
Hihi makasi mba 😀
Aaaakkk teh rantiii makin mupeng deh pengen kesana. Doakan semoga dimampukan juga kesana, hihihi…
ditunggu next story nya .. Btw, udah di tangerang kah?
Aamiin, semoga teh nisa dan keluarga bisa main-main kesana ya 🙂 Iya udah, nuhun teh nisa..
Whaaa keknya teman-temanku banyak yang ke Jepang buat winter ini deh. Mupeng tiap buka IG. Btw sopir taksinya udah tua mirip di Spore kali ya. Sampai tua pun masih kerja.
Iyaa mba helena, jiwa pekerjanya mirip spore. Tapi sepertinya japanese lebih ekstrim mba, jam 22-23 kereta padett bangett orang kantoran pulang kerja. Aku ngalamin macem naik KRL jkt jam 17-19 XD